Resensi Novel
Judul Buku : Mengaku Rasul
Penulis : Ollie
Penerbit : Gagas Media
Kota,Tahun Terbit : Jakarta, 2008
Tebal Buku : viii + 140 halaman
“Mengaku Rasul” sebenarnya merupakan novel lama (cetakan I pada Juni 2008), tetapi isi cerita yang penuh makna dan kebetulan belum banyak yang menulis resensinya, menjadi alasan yang kuat untuk berbagi informasi dari hasil mengapresiasi novel tersebut. Novel ini merupakan novel adaptasi dari film yang berjudul “Mengaku Rasul” besutan sutradara Helfi Kardit, yang skenarionya ditulis oleh Taufik Daraming Tahir dan Helfi Kardit. Cerita diilhami oleh banyaknya orang yang mengaku sebagai rasul yang merasa diutus untuk memurnikan akidah. Berkisah mengenai padepokan sesat di daerah Jawa Barat. Padepokan sesat yang sebelumnya adalah sebuah pesantren itu dipimpin oleh Ki Baihaqi dan Guru Samir. Pesantren itu menjadi padepokan sesat sejak Guru Samir menyatakan dirinya sebagai rasul, yang menganggap bahwa dirinya merupakan orang suci dan dikaruniai mukjizat.
“Akulah pembawa peringatan dan akulah yang akan mengubah menjadi berita gembira. Akulah rasul yang akan meniupkan hujan menghancurkan dinding-dinding kepedihan dan merobohkan kesengsaraan!” Guru Samir berteriak, berapi-api, mencoba menembus keyakinan para anggota majelis dari titik terlemah mereka. Guru Samir terus meneriakkan semangat di tengah para petani yang berlinang air mata menerima kegagalan pahit setelah membanting tulang selama berbulan-bulan. Mereka seperti menemukan juru selamat baru yang dikirim untuk menyelamatkan umat yang memercayainya. Dialah “Sang Imam” yang dijanjikan! Yang mampu membuat mereka lupa bahwa juru selamat itu juga manusia biasa seperti mereka.
Konflik yang terjadi dalam novel menjadi nilai lebih, bagaimana pertentangan antara beberapa tokoh cerita dengan Guru Samir, yang mampu memainkan emosi pembacanya. Ki Baihaqi yang terus berusaha mengingatkan Guru Samir, Reihan (anak tiri Guru Samir) yang menaruh kecurigaan pada ayah tirinya, pun Marni (kekasih gelap Guru Samir) yang menuntut pertanggungjawaban atas semua perbuatan kekasihnya. Begitu pula perjalanan cinta Ajie bersama Rianti, saat Rianti mulai didekati Guru Samir. Semua disampaikan dengan gaya bertutur yang runtut dengan bahasa yang lugas, sehingga memudahkan pembaca untuk mengikuti kisah yang disajikan sampai selesai. Hanya saja, sangat disayangkan bila kualitas kertas yang digunakan untuk mengemas kisah ini terlalu sederhana karena menggunakan kertas buram yang tipis, sehingga mudah rusak.
Sebagai sebuah karya, novel ini telah memberikan pencerahan kepada pembaca, khususnya umat Islam, mengenai sebuah pemahaman yang harus ditelusuri kebenarannya. Bukankah kebenaran yang mutlak ada pada kitab suci umat Islam sendiri, yaitu Alquran? Mengapa justru percaya pada “kebenaran” yang disampaikan orang yang jelas-jelas telah mengingkari Alquran? Novel ini menjadi lebih menarik karena tema yang diangkat adalah fenomena yang pernah terjadi, yaitu adanya aliran sesat dengan orang-orang tertentu yang mengaku sebagai rasul. Bagi yang kuat iman, fenomena tersebut tidaklah menjadi masalah besar. Namun, bagi mereka yang mengalami kekosongan jiwa dan tidak memiliki pegangan iman yang kokoh barangkali akan terhanyut dalam aliran ini.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang ada, novel ini layak untuk dibaca. Setidaknya agar terjadi introspeksi diri terhadap kadar keimanan kita sebagai umat beragama, sehingga tidak mudah terhasut oleh hal-hal yang tidak masuk akal meskipun berdalih agama. (Raden Kusdaryoko Tjokrosutiksno*)
Ping-balik: Pembenaran Pribadi Berkedok Agama | perpus mandua
laris manis bila sang penipu berkedok agama menjajakan barang dagangan pada jiwa yg kosong. al quraan yg harusnya menjadi rujukan hanya penghias di sudut rak buku tak terjamah. jadi ya wajar kalau jiwa kosong sangat mudah dikibuli ya pak.
Betul sekali Mbak Min, apalagi bila yang ditawarkan adalah berbagai macam kemudahan untuk bisa masuk surga dengan tidak perlu melakukan ibadah seperti yang disyari’atkan. Untuk itulah, ada baiknya bila kita melakukan kroscek terhadap suatu informasi yang kita terima.
Terima kasih atas sumbang sarannya, Mbak Min…
Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Raden…
Masya Allah, jika kita renungi kehidupan sejagat sejak kerasulan Rasulullah SAW, sudah ada yang mengakui diri menjadi Rasul pada hayat baginda lagi, antaranya, Musailamah al-Kazzab, Sajjah binti al-Harits dan Malik bin Nuwairah. Setelah itu, sepanjang zaman banyak sekali mereka yang mengaku Nabi. Astahgfirullah. Ternyata manusia mudah disesatkan oleh setan walaupun kita tahu kebenaran agama Allah SWT.
Memang benar, jika jiwa kosong dan iman setipis kulit bawang, pasti ajaran sesat yang dilihat memudahkan ibadah dan tidak perlu bersusah-payah untuk menurut rukun Islam akan menjadi jalan mudah bagi manusia seperti ini mengambil peluang menyesatkan orang lain atas kepentingan diri sendiri.
Semoga Allah melindungi kita dari perkara yang merosakkan aqidah. Saya yakin, jika keinginan untuk mengetahui “keburukan” tingkah melalui siaran kisah dari novel ini dapat diambil ibrah dan pengajaran, pasri iman kita semakin kukuh dan tidak tersasar dari jalan yang lurus.
Mudahan ada manfaat dari novel ini dan tidak ada yang goyah pula hatinya. Kongsian yang diharap membuka minda dan kebijakan pembaca semua. Salut untuk novel ini dan reviu mas raden, walaupun sederhana.
Salam hormat dari Sarikei, Sarawak. 😀
Wa’alaikumsalam Wr. Wb…
Betul sekali Mbak, sejak zaman dulu ada saja yang terlalu percaya diri mengaku-aku sebagai rasul, padahal sudah jelas sekali disebutkan dalam Alquran bahwa Rasulullah Muhammad Saw merupakan Nabi Penutup para nabi. Kalau sudah begitu, apakah yang mereka ajarkan adalah ajaran agama Islam? Kalau iya, mengapa mengingkari ayat-ayat dalam Alquran? Astaghfirullaahal’adlim…
Barangkali hanya jiwa-jiwa yang kosong yang tak pernah terisi iman dan takwa yang mudah tergiur oleh ajaran sesat. Hanya dirayu dengan berbagai macam kemudahan untuk mencapai surga, mereka rela meninggalkan akidah, sehingga mereka tak sadar bahwa sebenarnya mereka telah dimanfaatkan oleh seseorang untuk mencapai ambisi dan kepentingan pribadi.
Dengan resensi tersebut, saya berharap ada pembaca yang tertarik membaca novel atau menyaksikan filmnya, agar bisa memetik manfaat yang ada. Mudah-mudahan kita termasuk golongan orang-orang yang senantiasa diberi hidayah dan inayah-Nya, sehingga tetap memiliki kekuatan iman dan takwa.
Terima kasih atas apresiasinya Mbak, semoga ada manfaat yang dapat kita peroleh dari diskusi ini.
Salam hormat pula untuk Mbak Fatimah sekeluarga…
Assalamu’alaikum,,
Kesan pertama membaca resensi ini rasanya searah dengan pemikiran saya. Namun, seandainya saja saya belum membaca novelnya sendiri, saya pasti bertanya-tanya bagaimana alur yang sebenarnya. Untungnya kemarin Bapak menyarankan untuk membaca novelnya terlebih dahulu. Terimakasih Pak..
Ada suatu bagian cerita yang menurut saya sangat lucu yaitu ketika tokoh Ajie ditawari sertifikat masuk surga. Guru Samir saja belum tentu masuk surga kok dia berani-beraninya menjamin masuk surga,, hehe… Aneh.
Resensi ini diterbitkan pada waktu yang tepat menurut saya karena hampir semua orang tengah menjadi saksi berita di TV tentang aliran sesat yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan. Sudah seharusnya kita sebagai seorang muslim harus mempunyai iman yang kuat agar tidak menjadi korban dari orang-orang gila yang mengaku dirinya rasul.
Semoga tidak ada lagi yang akan mengaku dirinya rasul, sehingga menyesatkan dirinya juga orang lain. Amien.
Wa’alaikumsalam Wr. Wb…
Alhamdulillah, bila “mawarkuningku” telah membaca novelnya, semoga dapat mengambil hikmah yang ada. Bagi orang yang belum memiliki kesukaan membaca, biasanya mencari jalan pintas untuk mengetahui isi suatu buku dengan membaca resesnsi atau sinopsis yang ada. Namun bagi yang hobi membaca, hal itu tentu saja tidak cukup terpuaskan.
He..he… namanya juga ajaran sesat, tentunya banyak terjadi peristiwa yang tidak masuk akal. Begitu pula saat Guru Samir akan menikahi tokoh Rianti tanpa wali nikah, “Wali nikah itu hanya untuk pernikahan orang-orang biasa seperti kalian, tapi tidak untuk seorang rasul seperti aku! Aku dihalalkan untuk melakukan prosesi pernikahan untuk diriku sendiri……”
Mudah-mudahan setelah membaca resensi dan novelnya, kita mampu memetik manfaat yang ada, sehingga mampu mempertebal rasa iman dan takwa kita pada Allah Swt…
Terima kasih atas apresiasinya…
Novel yang penuh manfaat untuk peningkatan keimanan dan ketakwaan pada Allah Swt.
Betul, mudah-mudahan setelah membaca novelnya kita mampu memetik manfaat yang ada.
Bismillah
Terutama kalau merasa sudah banyak pengikut, banyak yang terbengong-bengong mendengarkan khutbah dan omongannya, termasuk zaman sekarang maka gila “pengakuan” akan terus meningkat.
Tidak ada nabi dan rosul ba’da nabi Muhammad SAW..
Allohu Akbar..!
Setuju sekali, Om…! Hanya permasalahannya, sampai kapan “gila pengakuan” itu akan berlangsung? He..he..he…
Setelah membaca resensi tersebut saya membaca novelnya. Sungguh luar biasa Pak, begitu mudahnya orang-orang tergiur oleh bujuk rayu yang memabukkan. Mudah-mudahan kita termasuk golongan orang-orang yang memiliki kekuatan iman dan takwa, sehingga tidak mudah terbujuk oleh hal-hal yang tidak masuk akal.