Sebenarnya sudah cukup lama rencana mem-posting tulisan ini, beberapa hari setelah pengumuman kabinet Presiden Joko Widodo disampaikan. Ini tak lain karena rasa penasaran saya terhadap sosok Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri. Sepertinya saya mengenal sosok yang satu ini, beberapa tahun silam. Rasa penasaran itulah yang membuat saya berselancar ke google, sekadar mencari info mengenai dirinya. Nah, biografi singkat yang saya dapatkan menambah keyakinan bahwa saya memang mengenalnya.
Lantas ingatan saya melayang pada masa-masa saat masih menyandang status mahasiswa yang aktif pada kegiatan seni dan sastra. Ketika itu kami pernah menggelar kegiatan Parade Puisi Kampus Tiga Kota. Kegiatan ini melibatkan beberapa teman dari tiga kota di Jawa Tengah, antara lain Ananto Wibowo dan Iyang Nur Ch. dari Semarang, Hanief Saka Oerip (nama pena Muhammad Hanif Dhakiri) dan Asrofi Muhammad dari Salatiga, serta D. Wijatno dan saya dari Surakarta. Kami berkeliling membaca puisi ke beberapa kampus di tiga kota tersebut.
Meski saya yakin bahwa memang mengenalnya, saya tak segera membuat posting-an tulisan tentang dirinya. Banyak pertimbangan, di antaranya karena dia telah menjadi seorang menteri atau bisa juga dia bukanlah sosok Hanief yang saya kenal. Kalaupun akhirnya saya tampilkan tulisan ini, tentu hanya sekadar mengingat kenangan, atau bila memungkinkan bisa menyambung tali silaturahmi yang terputus puluhan tahun. Kalaulah ternyata Muhammad Hanif Dhakiri yang seorang menteri ini bukanlah Hanief Saka Oerip yang saya kenal, saya hanya bisa memohon maaf seikhlas-ikhlasnya.
Berikut ini salah satu puisi Hanief Saka Oerip yang dimuat di Koran Kampus Amanat, IAIN Walisongo Semarang, Edisi LXII/Desember 1995, yang guntingan korannya masih saya simpan.
MELUKIS
(Kepada Ifah)
Hanief Saka Oerip
if, kelelahan itu biasa
jaga rembulan tak seberapa
biarkan sinarnya berpendar merupa-rupa
pada gulita malam tiada sepi
if, kelelahan itu biasa
jangan tinggal kerja esok lusa
agar kembali tawa kanak-kanak kita
pada ruang dan waktu yang baru
dan tiada kenal malam
cobalah dengar seruling gembala itu
mengajak kita pada kenangan desa
keluguan yang menafsir hidup
berkahi segala yang ada
aduh, if
tak boleh lama kita mengeja
laku purba berganti rupa
sebab sembilu mata dan hati jingga
mesti beriring mengayun tangan
hingga kita ketemu senyuman
hingga kita ketemu senyuman
if, kelelahan itu biasa
kita harus terus melukis
hingga tangan kita beku
dan tak bisa gerakkan kuas!
Salatiga, 1993
Puisinya menyiratkan sebuah semangat untuk terus bergerak secara maksimal … hingga tidak kuasa lagi melangkah.
Betul Mas Iwan, semoga semangat tersebut masih terus terpatri pada diri penulisnya, sehingga sesuai dengan slogan Kerja, Kerja, Kerja …!
Sae…. Salam hormat kagem Mas Kus, pripun niki kabare? Semoga selalu sehat sekeluarga, amin… π
Alhamdulillah dalam kondisi sehat, semoga Mbak Iin di Jombang demikian pula.
Apanya yang sae Mbak? π
Semoga Pak Menteri masih mengingatnya…
Semoga…
Moga-moga kabinet kita sekarang rata-rata semangatnya seperti itu ya Mas Kus.
Insya Allah, semoga… π
Puisi yang indah..
He… he… he… memang indah, apalagi puisi untuk tambatan hati. π
Eh tumben-tumbenan nih, rupanya ada angin yang mampu mengajak Jeng Anis berkunjung ke sini… π
Iya, angin kerinduan tentang MAN 2 Banjarnegaralah yg membuat saya berkunjung..
Teman-teman dari Jogja yg pernah menimba ilmu selama KKN pun juga demikian.. Pak Yoko bagaimana kabarnya?
Nomor telepon saya yg lama telah raib, saya jadi tidak dapat berkomunikasi dengan teman-teman di Banjarnegara..
Ini nomor baru saya, Pak.. 087838122xxx.
Salam kagem Bapak & Ibu Guru di MAN 2 nggih, Pak Yoko..
Oh, ternyata kerinduan pada madrasah… saya kira… π
Salam share ya kenal ya mas π
Oke, salam kenal juga… π
Terima kasih sudah memposting tulisan ini..sehingga saya menjadi tahu karya mas han yang sebelumnya saya belum tahu. Seperti halnya panjenengan mengingat mas Han, insyaallah mas Han juga tidak lupa. Matur suwun π