

Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, diterbitkan pertama kali oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1982. Karya penulis asal Banyumas, Jawa Tengah ini diadaptasi ke dalam film Sang Penari (Internasional: The Dancer). Film ini dirilis pada 10 November 2011, disutradarai oleh Ifa Isfansyah, dibintangi oleh Prisia Nasution sebagai pemeran utama, serta Oka Antara, Dewi Irawan, dan Slamet Rahardjo sebagai pemeran pendukung.
Dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2011, Sang Penari berhasil meraih 10 nominasi dan berhasil memenangkan 4 Piala Citra, semuanya untuk penghargaan utama, di antaranya adalah penghargaan tertinggi sebagai Film Terbaik, Sutradara Terbaik (Ifa Isfansyah), Aktris Terbaik (Prisia Nasution), dan Aktris Pendukung Terbaik (Dewi Irawan).
Banyak resensi yang mengupas novel Ronggeng Dukuh Paruk ini. Berikut ini adalah salah satu resensinya:
Judul: Ronggeng Dukuh Paruk
Pengarang: Ahmad Tohari
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Kota, Tahun Terbit: Jakarta, 1992
Tebal Buku: 174 halaman
Karya sastra acapkali didudukkan sebagai bentuk ekspresi dan refleksi pengarang yang mencoba merekonstruksi pengalaman batin dan empirisnya. Ekspresi dan refleksi tersebut umumnya berkaitan dengan situasi dan kondisi sosiologis tempat pengarang menjalani kehidupannya. Secara langsung atau tidak, daya khayal pengarang dipengaruhi – bahkan ditentukan – oleh pengalaman manusiawi dalam lingkungan hidupnya. Kegiatan menulis karya sastra, dalam pemahaman semacam itu, menjadi usaha untuk melukiskan setiap pengalaman manusia di tengah lingkungan kehidupan yang ikut membentuk persepsi mengenai suatu kenyataan hidup. Teks sastra merefleksikan berbagai faktor sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, serta berbagai struktur sosial dan sistem budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Judul buku: Langit dan Bumi Sahabat Kami
Pengarang: Nh. Dini
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan: Keenam, Agustus 2002
Tebal buku: 140 halaman
Pengalaman merupakan guru yang sangat berharga. Pengalaman berkesan akan membekas dalam ingatan, pengalaman berharga akan berguna di suatu masa. Itulah sebabnya, segala sesuatu yang kita lakukan hendaknya merupakan sesuatu yang bermanfaat, sehingga kelak dapat menjadi suatu pengalaman yang berguna bagi diri sendiri, bahkan mungkin bagi orang lain.
Nama Nh. Dini atau Nurhayati Sri Hardini tidak asing lagi bagi penggemar karya sastra. Telah banyak karya, khususnya novel yang ditulisnya dan sebagian besar berasal dari pengalaman hidup, baik saat masih kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga ketika telah berumah tangga. Karena itulah, seringkali ia menempatkan dirinya sebagai tokoh utama dalam setiap cerita yang ditulisnya. Hal ini terlihat dari nama-nama tokoh utama yang identik dengan namanya. Sebut saja misalnya tokoh Sri yang muncul dalam novel Pada Sebuah Kapal, nama Dini pada Jepun Negerinya Hiroko; Sekayu; Langit dan Bumi Sahabat Kami. Dalam novel Langit dan Bumi Sahabat Kami terdapat pula nama tokoh Heratih, Nugroho, Maryam, dan Teguh sebagai saudara kandung Dini. Dalam kenyataannya, nama-nama tersebut merupakan nama-nama saudara kandung Nh. Dini.
Langit dan Bumi Sahabat Kami merupakan buku ketiga dari seri cerita kenangan Nh. Dini setelah Sebuah Lorong di Kotaku (Gramedia, 1986) dan Padang Ilalang di Belakang Rumah (Gramedia, 1987). Kisah dalam novel ini berseting di Semarang, kota kelahiran Nh. Dini. Secara khusus novel ini berkisah tentang keadaan yang dialami oleh Dini dan keluarganya pada masa penjajahan, yang serba kekurangan dan penuh derita, musim kering, serta keadaan yang memprihatinkan dan tidak aman. Namun, mereka tetap sabar dan tabah menjalani semuanya. Seperti perkataan ibu Dini kepada anak-anaknya, “Sabar dan dermawanlah seperti bumi. Dia kauinjak, kauludahi. Namun tak hentinya memberimu makanan dan minuman” (halaman 15).
Karya sastra dan kehidupan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat. keberadaan karya sastra seringkali lahir dari adanya permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, segala sesuatu yang terungkap dalam karya sastra dapat dikatakan sebagai gambaran dari segala sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini seperti yang diungkapkan Suharianto (1982:14) bahwa “karya sastra adalah pengungkapan hidup dan kehidupan yang dipadu dengan daya imajinasi dan kreasi seorang pengarang serta dukungan pengalaman dan pengamatannya atas kehidupan tersebut”.
Dengan mempelajari karya sastra, secara tidak langsung mempelajari pula kehidupan masyarakat, lengkap dengan segala tingkah laku manusia yang tercermin pada sikap dan perilaku tokohnya. “Melalui karya sastra, kita lebih mengenal manusia dengan segala tingkah lakunya. Karena yang diungkapkan sastrawan dalam sastra adalah pertentangan-pertentangan yang terjadi pada diri manusia dengan batinnya, antara manusia dengan manusia yang lain, dan antara manusia dengan Tuhan” (Sudikan, 1985:2). Dengan adanya pertentangan-pertentangan tersebut, muncul karakter dasar manusia dalam memberikan tanggapan pada setiap permasalahan yang dihadapi.