15 comments on “Puisi Menolak Korupsi (2)

  1. Pesan yang bagus dalam puisi ini.
    Koruptor itu sebangsa omnivora, apa saja bisa masuk, termasuk juga jenis makanan yang kotor dan busuk.
    Juga termasuk golongan kanibalis, karena bila terdesak teman sendiri dimakannya, baginya tidak ada pertemanan yang abadi.

  2. Assalaamu’alaikum wr.wb…mas Raden,

    Mawar berseri di pagi hari
    Pancaran putihnya menyapa nurani
    Berqurban kita memutih hati
    Semoga Allah sentiasa meredhai

    Salam Aidil Adha 1434H dari Sarikei, Sarawak.

    • Wa’alaikumsalam Wr. Wb…

      Sungguh indah untaian kata Mbak Fatimah ini, pun penuh makna yang tersirat. Semoga dengan berkurban kita mampu memutihkan hati dan membersihkan diri dari segala noda dan dosa. Dengan berbagi hidup akan berseri karena suatu kebahagiaan akan lebih terasa saat kita mampu membuat orang lain bahagia.

      Salam Idul Adha 1434 H pula untuk Mbak Fatimah sekeluarga…

  3. Hebat sekali metafora yang dilantunkan buat “memahami” mereka yang sepatutnya faham puisi ini. Saya suka membaca rima kata yang dihasilkan oleh mas Raden. pasti perlu kepada daya fikir tinggi untuk memadankan makna tersirat dengan maksud tersurat. hebat dan penuh dengan lontaran tidak puas hati dari hati yang sedang sakit sehingga tidak tahu bagaimana hendak melumpuhkannya. Jadi tidurnya juga tidak tenang ya…hehehe.

    Sebuah puisi sinis yang jika dibaca oleh yang “terkena hidungnya”, patut merasa malu kerana banyak orang sudah menolak korupsi tetapi masih juga tidak mahu menghindari. Ibarat lalat yang suka menghurung kotoran walaupun tahu kebersihan itu akan memulih namanya dari hinaan manusia… benarkah ini ? 😀

    Salam hormat dan didoakan sihat selalu. 😀

    • Ah, Mbak Fatimah ini, sukanya memuji. Bikin perasaan jadi gimana gitu… Tapi, terima kasih lho atas apresiasinya yang mengulas puisi di atas dengan detail. Sebenarnya metafora tersebut biasa saja karena hanya sekedar menggambarkan dan membandingkan perilaku para koruptor yang ternyata…. luar biasa!

      Bagi yang merasakan dampak perilaku mereka dalam kehidupan di negara ini, tentu akan merasa sakit bahkan mungkin menjadi benci. Namun sayang, rasa sakit dan benci itu tak bisa secara langsung disembuhkan karena tak memiliki wewenang sama sekali untuk mengatasi kebiadaban para koruptor. Kalau saja puisi tersebut dibaca oleh yang “terkena hidungnya”, tak mungkin mereka merasa malu. Bukankah urat rasa malu telah putus dari diri mereka?

      Akhirnya kita hanya mampu berdoa, hanya bisa berharap agar Allah Swt membukakan pintu hati mereka. Terima kasih atas apresiasi dan juga doanya Mbak, semoga Mbak Fatimah sekeluarga senantiasa sehat pula.

      Salam hormat sepenuh hati…

      • Sepertinya sudah putus asa ya, mas. Mungkin rakyat perlu bangkit dan harus berani memperjuangkan sesuatu yang merugikan negara dan bangsa. tetapi jika masih ramai yang hanya sekadar kata bicara di “kedai kopi” dan tidak mewar-warkan secara terangan, ia tetap seperti mencurah air di daun keladi. Hmmm… apa bener urat rasa malu mereka sudah putus, mas ? Gimana tahu nih… sudah dikaji ya. 😉

        Salam hormat kembali dari Sarikei, Sarawak. 😀

      • Sebenarnya ya tidak putus asa, hanya heran saja kok bisa ya seperti itu… Memang rakyat harus bersatu padu membulatkan tekad menolak korupsi dalam wujud yang nyata, tak hanya berupa obrolan semata.

        Terus terang kami menaruh harap yang besar terhadap kinerja KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Mudah-mudahan bisa melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan mendapatkan dukungan dari segenap pihak.

        He…he…he… Kalau benar-benar urat rasa malu para korupstor sudah putus itu sih berdasarkan pengamatan saja. Buktinya saat wajah mereka disorot kamera televisi malah tersenyum-senyum, tak ada kesan menyesal atau malu…

        Terima kasih Mbak atas masukannya, semoga perbincangan ini bisa diambil manfaat.

        Salam selalu…

  4. Assalamu’alaikum,

    Berbicara masalah korupsi seperti tidak ada ujungnya. Koruptor itu pemain drama paling senior menurut saya. Bisa berganti topeng sesuka hati. Koruptor juga Dalang yang bagus, mudah memainkan wayang untuk mengelabuhi orang lain. Kalau diibaratkan binatang, sepertinya belum ada padanannya di dunia ini. Jadi, menurut saya tempat paling pantas untuk koruptor tidak di bumi ini. Namun, di luar angkasa agar tidak ada sesuatu yang bisa dikorupsi lagi.

    • Wa’alaikumsalam Wr. Wb…

      Aha, anakku yang cantik ini ikutan pula nimbrung bicara masalah korupsi. Ternyata tanggapan dari generasi muda hebat juga. Saya setuju dengan perumpamaan yang Amanah sampaikan, memang sulit untuk mencari persamaan koruptor yang tepat, spesial sih…

      Wah, wah, wah… masak mereka ditempatkan di luar angkasa, kasihan kan… luar angkasanya… he..he..he…!

  5. He..he..he, Kalau luar angkasanya kasihan, berarti dipindah kedunia yang lain pak. Biarkan mereka berkumpul dengan makhluk halus karena cara koruptor bertindak juga sangat halus.
    Kalau makhluk halus juga tidak mau menerima, saya sudah pasrah mencarikan tempat yang pantas untuk jenis yang spesial ini.
    Akhirnya, biarlah pengadilan Alloh menghukumnya, jika pengadilan manusia ternyata bisa diatur oleh sutradara bernama ‘Koruptor’.

Tinggalkan Balasan ke SITI FATIMAH AHMAD Batalkan balasan