Seorang gadis remaja terlihat resah seharian. Seolah tengah memikirkan sesuatu namun tak pernah menemukan jawaban. Tiba saatnya menjelang tidur, Bunda menangkap keresahan itu pada diri anaknya.
”Wahai Anakku, kulihat resah tak hanya di matamu namun telah merasuki alam pikiran dan perasaanmu. Ada masalah apa?” tanya Bunda dengan penuh kelembutan. Gadis remaja itu hanya tersipu. Akankah keresahan itu disampaikannya kepada Bunda? Kalau tidak, kepada siapa mesti ia berkisah dan berkesah atas risau hatinya. Bukankah Bunda adalah orang yang bijak, yang paling mengerti permasalahan yang dirasakan anaknya? Kalau tidak kepada Bunda, kepada siapa lagi ia mencari jawab atas pertanyaan hatinya. Tak mudah mencari orang yang mampu memberi jawaban sesuai kebutuhan hati.
”Bunda, ceritakan padaku mengenai kebahagiaan…” ucap gadis remaja itu perlahan. Bunda tersenyum meski batinnya mencari-cari ke arah mana pertanyaan anak gadis remajanya itu.
”Oh, itu. Akan Bunda ceritakan mengenai sebuah kisah, begini….”
Kemudian Bunda mulai berkisah…
Konon dahulu, pada suatu waktu Allah memanggil tiga malaikat. Sambil memperlihatkan sesuatu Allah berkata kepada tiga malaikat tadi, “Inilah yang namanya kebahagiaan. Ini sangat bernilai. Ini dicari dan diperlukan oleh manusia. Simpanlah di suatu tempat supaya manusia sendiri yang menemukannya. Jangan di tempat yang terlalu mudah sebab nanti kebahagiaan ini hanya akan disia-siakan, dan jangan pula di tempat yang terlalu sulit, nanti tidak dapat ditemukan oleh manusia. Yang penting kebahagiaan itu diletakkan di tempat yang bersih.”
Setelah mendapat perintah tersebut, turunlah tiga malaikat itu langsung ke bumi untuk meletakkan kebahagiaan. Tapi, di manakah akan diletakkan?
Lalu malaikat pertama mengusulkan, “Letakkanlah di puncak gunung yang tinggi.” Namun, malaikat yang lain kurang setuju.
Malaikat kedua berkata, “Letakkanlah di dasar samudra.” Usulan itu pun tidak disetujui.
Akhirnya malaikat ketiga membisikkan usulnya. Ketiga malaikat pun langsung setuju dan meletakkannya pada malam itu juga ketika semua manusia sedang tertidur pulas. Ketiga malaikat itu meletakkan kebahagiaan di tempat yang dibisikkan tadi…
Bunda menghela napas sejenak. Kesempatan itu digunakan oleh anaknya untuk bertanya, ”Lantas di mana malaikat menaruh kebahagiaan, Bunda?”
Bunda kembali tersenyum, diusapnya kepala anaknya dengan penuh kasih. ”Bersabarlah Anakku, cerita Bunda belum selesai… Jadilah orang yang sabar karena Allah bersama hamba-hamba-Nya yang mau bersabar…”
Kemudian Bunda melanjutkan kisahnya…
Sejak hari itu kebahagiaan untuk manusia tersimpan rapi di tempat itu namun rupanya tempat itu cukup susah untuk ditemukan. Dari hari ke hari, tahun ke tahun manusia terus mencari kebahagiaan. Semuanya ingin menemukan kebahagiaan, ingin merasakan kebahagiaan. Namun, di mana mencarinya?
Ada yang mencari kebahagiaan dengan berwisata ke pegunungan, ke pantai, atau ke tempat lain yang dianggap mampu untuk menyejukkan hati. Ada yang mencari di tempat yang sunyi, bahkan tempat yang ramai sekalipun.
Manusia selalu mencari kebahagiaan ke sana kemari. Ada pula yang mencari kebahagiaan dengan kerja keras, ada pula yang hanya dengan bermalas-malasan. Ada yang mencari kebahagiaan dengan mencari pacar dan gelar, ada yang dengan menciptakan lagu, mencipta puisi, dan sebagainya. Dan, semuanya ingin menemukan kebahagiaan. Namun demikian, setelah manusia memiliki yang mereka peroleh, mereka sadar bahwa benda-benda tersebut tidak memberi kebahagiaan.
Semua ingin menemukan kebahagiaan, dan kebahagiaan itu telah diletakkan oleh ketiga malaikat tadi dengan rapi. Tapi, di mana mereka meletakkannya?
Kembali Bunda berhenti sejenak. Matanya yang lembut menatap anak gadis remajanya. Yang ditatap membalas senyum meski masih penuh tanya. Ingin ia mengucapkan sesuatu namun teringat bahwa ia harus mencoba menjadi orang yang sabar. Tak lama kemudian, Bunda melanjutkan…
Ternyata malaikat meletakkan kebahagiaan tidak jauh dari manusia, tidak jauh dari diri kita, bahkan begitu dekat. Malaikat meletakkan kebahagiaan itu dalam perasaan manusia, dalam hati yang bersih. Namun, tidak semua manusia mampu merasakannya. Hanya di dalam hati yang bersih itulah ketiga malaikat menaruh perintah Sang Kholiq berupa kebahagiaan.
Itulah sebabnya, seseorang yang terus-menerus mencari kebahagiaan, tidak akan mampu menemukannya karena kebahagiaan tidak untuk ditemukan tetapi diciptakan oleh pikiran dan perasaan.
Bunda kembali tersenyum, menatap anaknya dengan lembut.
”Begitu cerita tentang kebahagiaan itu. Kau paham Anakku…?”
Gadis remaja itu tersenyum dan menganggukkan kepala, “Iya Bunda. Terima kasih, cerita Bunda telah menentramkan perasaanku…” katanya sambil memeluk Bunda dengan penuh kehangatan, penuh rasa kasih dan sayang. (Raden Kusdaryoko Tjokrosutiksno)
— terima kasih untuk Davit Hendriyanto atas idenya —
Baca cerpen yang lain
Marilah kita berusaha menciptakan bahagia yang hakiki…
Kebahagiaan yang hakiki sulit digambarkan seperti apa bentuknya namun kita mesti tetap berusaha untuk mampu menciptakannya melalui rasa. Trims, Mas Adi…
Kebahagiaan adalah rasa indahnya kita saat kita menyatu dengan-Nya..
Untuk itulah, perlu upaya untuk menuju ke sana…
Trims atas kunjunganmu.
Kebahagiaan terbesar bukanlah kebahagiaan dari orang lain. kebahagiaan terbesar adalah saat kita mampu menciptakan kebahagiaan itu sendiri. Orang lain bisa membuat kita bahagia, tapi kebahagiaan yang tercipta dari dirinya sendiri akan lebih berarti dan bermakna.
Saya setuju bahwa kebahagiaan terbesar adalah saat kita mampu menciptakan kebahagiaan itu sendiri. Namun demikian, tidaklah mudah untuk menciptakan kebahagiaan meskipun orang lain telah berusaha membuat kita bahagia. Sebab, kebahagiaan terletak pada rasa, pada jiwa. Hanya jiwa-jiwa yang mau bersyukur atas nikmat yang telah diterima saja yang mudah menciptakan kebahagiaan.
Barangkali begitu, Mbak Wiwidt. Terima kasih atas atensinya, semoga kita termasuk orang-orang yang dimudahkan Allah Swt. untuk menciptakan kebahagiaan.
Salam bahagia selalu…
Ping-balik: Kisah tentang Kebahagiaan | nitachristin
mas, gak tau kenapa, saya baca pastingan mas ni… meneteskan airmata.
Wah, wah, wah… semoga tetesan air matanya nggak jatuh ke cangkir kopi. Biasanya Kang Acep kan sambil ngopi…
mas ijin reblog ya
Mangga atuh… Semoga bermanfaat.
kisahnya sngt inspiratif, baru nyadar ternyata kebahagiaan berada pada hati yang bersih 🙂
Yap, betul sekali… tak perlu kita mencarinya ke mana-mana karena kebahagiaan ada pada hati yang bersih…
Ya ampun Pak, so sweet, ini bener bener menyentuh. Aku baru tahu, ternyata mencari kebahagiaan itu dari perasaan dan jiwa yang selalu bersyukur.